“Saya mengusulkan, topik kegiatan pembekalan Penatua Diakon Jemaat GKE DKI Jakarta yang akan kita lakukan, adalah “Manajemen Bergereja”, kata Bpk Willy M. Yoseph, Penatua Jemaat GKE DKI Jakarta, sekaligus Ketua Majelis Pertimbangan MPH Jemaat GKE DKI Jakarta pada rapat hari ini. Menurut beliau, GKE DKI Jakarta kalau ingin bertumbuh, harus memahami “Manajemen Bergereja”.
Saya sendiri sebenarnya kurang memahami apa yang beliau maksudkan dengan “Manajemen Bergereja”, oleh karena itu, setelah selesai rapat, saya mencoba menanyakan langsung kepada beliau, apa sih sebenarnya yang beliau maksudkan dengan “Manajemen Bergereja” tersebut dan seperti apa sih bentuk penerapannya.
Dengan sabar beliau jelaskan bahwa Manajemen Bergereja itu adalah inti dari pertumbuhan gereja. Gereja gereja besar yang melayani banyak jemaatnya, tentu memiliki dan menerapkan “Manajemen Bergereja” yang baik. “Manajemen Bergereja” itu mencakup keseluruhan unsur dalam pelayanan gereja. Mulai dari SDMnya hingga sarana dan prasarananya.
Lebih lanjut beliau jelaskan bahwa SDM atau pelayan yang terlibat dalam pelayanan, khususnya pada kegiatan Ibadah, harus memahami apa yang menjadi SOPnya. Tidak hanya memahami tapi juga melaksanakan SOP atau tugas tersebut dengan baik. Mulai dari penerima tamu, pembaca warta, song leader, pengkhotbah, liturgos, pemain musik, pengedar kantong kolekte, pembaca alkitab, maupun multimedia (pokoknya semua orang yang terlibat dalam Ibadah tersebut), harus memahami tugas tugasnya dengan baik.
Tidak hanya melaksanakan tugas dengan baik tapi juga hal-hal lain secara keseluruhan, misalnya, pemilihan lagu. Pemilihan lagu lagu yang akan dinyanyikan pada Ibadah minggu tidak boleh asal asalan. Pengkhotbah. Pengkhotbah harus bisa membawakan renungan Firman Tuhan dengan baik, antusias dan relevan. Pengkhotbah harus bisa menyampaikan apa yang menjadi kehendak Tuhan yang mendorong jemaat untuk bertumbuh. Bertumbuh dalam iman dan jumlah. Dengan mendengarkan Khotbah yang baik, antusias dan relevan, jemaat akan mampu menjalani hidupnya dengan optimis. Jemaat akan merasakan sesuatu yang beda dalam hidupnya. Jemaat akan menjadi pribadi yang mau memberi untuk pelayanan di ladang Tuhan. Jemaat akan semakin militan didalam mengikut Tuhan. Jemaat akan diperbaharui dan diberkati. Dengan mendapatkan nilai nilai positif tersebut, maka jemaat menjadi rindu dan selalu rindu untuk beribadah di GKE DKI Jakarta. Pengkhotbah harus menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Pengkhotbah harus bisa menyimpulkan khotbahnya dengan baik, singkat dan jelas. Poin poin khotbah yang telah disampaikan, penting juga diulang dan ditekankan lagi dalam doa setelah selesai Firman Tuhan. Hal ini akan merasuk ke dalam sanubari jemaat dan berakar di dalam jiwa jemaat.
“Saya mendorong agar para pendeta benar benar menyiapkan diri, sebelum menyampaikan Firman Tuhan” tegasnya.
Beliau juga menginginkan renungan renungan yang disampaikan didukung dengan powerpoint presentasi yang baik, menarik, dan menggugah. Hal itu agar apa yang disampaikan dapat diingat dengan baik oleh jemaat yang hadir.
Selain menyangkut pelaksanaan Ibadah, menurut Bpk Willy M. Yoseph, “Manajemen Bergereja” juga terkait dengan transparansi bidang keuangan. Para donator, berhak mengetahui terkait laporan keuangan. Gereja diharapkan mampu mengolah pelaporan keuangan yang baik dan akuntabel.
“Jadi saya melihat, yang perlu kita pahami dalam kegiatan pembekalan nanti adalah “Manajemen Bergereja”, tambah beliau.
Lebih lanjut beliau mengingatkan, jangan sampai GKE DKI Jakarta melakukan pembangunan fisik namun jemaatnya tidak mengalami pertambahan jumlah alias jalan di tempat. "Jangan sampai Penatua Diakon yang ada, hanya melayani dirinya sendiri". “Saya ingin kita menerapkan “manajemen bergereja” ini dengan baik dan seluruh Penatua/Diakon yang terpilih kemaren harus menjadi penggerak yang aktif dalam pertumbuhan GKE DKI Jakarta, pertumbuhan yang saya maksudkan yaitu bertumbuh dalam Iman, bertumbuh dalam jiwa (jumlah jemaatnya bertambah) dan bertumbuh dalam asset, dan semuanya itu dimulai dari diri kita masing-masing”, pungkas beliau.
“Memang topik “Manajemen bergereja” ini sangat luas, tapi sementara ini dulu yang ingin saya sampaikan dan mari kita tetap semangat, karena ke depan ini saya yakin dengan personil yang baru kita secara pelan-pelan namun pasti akan mengarah kepada kemajuan itu dan satu hal lagi bahwa “Manajemen Bergereja” dari satu gereja ke gereja yang lainnya tidak selalu sama, dan disesuaikan dengan tantangan dan kebutuhannya” demikian kata-kata beliau mengakhiri penjelasan singkat mengenai “Manajemen bergereja” tersebut.
Saya pun mengangguk angguk sambil berkata dalam hati, ‘Siap pak, dengan pertolongan Tuhan’.
Sebagaimana rapat-rapat sebelumnya, rapat kali ini pun berlangsung lebih dari 3 jam. Salah satu peserta rapat yang saya minta masukkan atau evaluasi terhadap GKE DKI Jakarta menyampaikan, “Pak, saya sarankan kalau rapat itu ga usah lama-lama, yang penting actionnya”,”iya Bu” kata saya. “menurut saya satu jam setengah itu sudah cukup”.
Meskipun rapatnya relatif tidak singkat, tapi saya secara sendiri secara pribadi cukup “menikmati" dinamika yang ada. Saya menjadi banyak belajar tipe-tipe kepemimpinan, ada yang stylenya tidak banyak kata-kata tapi lebih ingin melihat hasil, ada juga yang menikmati prosesnya, namun ada juga lama-lama tapi hasilnya tidak ada, dan terkesan “ngalumbei” saja.
Setidaknya hari ini, saya belajar dari Pak Willy, mengenai “Manajemen Bergereja” dan betapa pentingnya “Manajemen Bergereja” bagi gereja yang ingin maju.
Sekali lagi terima kasih kpd Pak Willy dalam hal ini. Kurang lebihnya saya Mohon Maaf. Tuhan Yesus memberkati. (EK).
Commentaires